CINTA KEPADA ALLAH
Allah Ta’ala Dialah satu-satunya Zat yang pantas untuk dicintai dari semua
pertimbangan dan sudut pandang1,
karena semua sebab yang menjadikan seorang manusia mencintai
sesuatu/orang lain
maka semua itu secara sempurna ada pada Allah Ta’ala.
Di
antara kandungan makna nama Allah Ta’ala al-Waduud (Maha Mencintai dan dicintai hamba-hamba-Nya
yang shaleh) adalah bahwa Dialah yang memberi taufik kepada hamba-hamba-Nya
yang beriman kepada sebab-sebab yang memudahkan mereka untuk mencintai-Nya,
bahkan menjadikan-Nya lebih mereka cintai dari segala sesuatu yang ada di dunia
ini.
Syaikh
‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Karunia/kebaikan semua kembali kepada Allah,
karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya
cinta kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk
mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan
menyebutkan (dalam al-Qur’an) sifat-sifat-Nya yang maha luas, agung dan indah,
yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena
sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai
(sifat-sifat) kesempurnaan”2.
Secara
umum, faktor dan sebab utama yang menjadikan manusia mencintai sesuatu/orang
lain kembali kepada dua hal, yaitu:
- Keindahan dan kesempurnaan yang
ada sesuatu/orang itu
- Kebaikan dan kasih sayang yang
bersumber dari sesuatu/orang itu
Telah
kami nukil di atas penjelasan Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di bahwa “sesungguhnya
hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai kesempurnaan” dan
“sesungguhnya hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu)
berbuat baik kepadanya”3.
Imam
Ibnul Qayyim berkata: “Rasa cinta ditinjau dari faktor yang membangkitkannya
terbagi menjadi dua:
- cinta yang timbul dari faktor kebaikan, menyaksikan banyaknya nikmat dan anugerah (yang dilimpahkan), karena sesungguhnya hati manusia secara tabiat mencintai pihak yang (selalu) berbuat kebaikan padanya dan membenci pihak yang (selalu) berlaku buruk padanya.
- cinta yang timbul dari faktor kesempurnaan dan keindahan. Jika terkumpul faktor kebaikan dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya (terkumpul padanya dua faktor tersebut) kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina serta paling jauh dari semua kebaikan, karena sesungguhnya Allah menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya) dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya”4.
Berikut
ini penjelasan tentang kedua faktor tersebut dalam menumbuhkan kecintaan kepada
Allah Ta’ala:
1. Faktor kebaikan, kasih sayang dan banyaknya
limpahan nikmat
Imam
Ibnul Qayyim berkata: “Tidak ada satupun yang kebaikannya lebih besar
dibandingkan Allah Ta’ala, karena sungguh kebaikan-Nya kepada hamba-Nya
(tercurah) di setiap waktu dan (tarikan) nafas (hamba tersebut). Hamba itu
selalu mendapatkan limpahan kebaikan-Nya dalam semua keadaannya, sehingga tidak
ada cara (tidak mungkin) baginya untuk menghitung (secara persis) jenis-jenis
kebaikan Allah Ta’alatersebut, apalagi macam-macam dan
satuan-satuannya”5.
Allah Ta’ala berfirman:
{وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ}
“Dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa
bencana, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan” (QS an-Nahl: 53).
Artinya,
hanya kepada-Nyalah kamu berdoa dan menundukkan diri memohon pertolongan,
karena kamu mengetahui bahwa tidak ada yang mampu menghilangkan bahaya dan
bencana kecuali Dia Ta’ala semata-mata. Maka Zat yang maha tunggal dalam
memberikan apa yang kamu minta dan mencegah apa yang kamu tidak sukai, Dialah
satu-satunya yang pantas untuk dicintai dan diibadahi tanpa disekutukan6.
Kebaikan,
nikmat dan kasih sayang yang Allah Ta’ala limpahkan kepada
manusia, terlebih lagi kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sungguh tiada
terhitung dan tiada terkira, melebihi semua kebaikan yang diberikan oleh
siapapun di kalangan makhluk. Karena kebaikan dan nikmatnya untuk lahir dan
batin manusia. Bahkan nikmat dan taufik-Nya bagi manusia untuk mengenal dan
mengikuti jalan Islam dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah anugerah terbesar dan paling sempurna
bagi manusia, karena inilah sebab kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat dan
tidak ada yang mampu memberikan semua ini kecuali hanya Dia Ta’ala semata-mata.
Allah Ta’ala berfirman tentang ucapan penghuni surga:
{وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا
لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ
رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا
بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
“Mereka (penghuni
surga) berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada kami
kepada (jalan menuju surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak tidak akan mendapat
petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul
Rabb kami, membawa kebenaran”. Dan diserukan kepada mereka: “Itulah surga yang
telah diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan” (QS al-A’raaf: 43).
Termasuk
kebaikan dan kasih sayang yang paling sempurna menurut pandangan manusia adalah
kebaikan dan kasih sayang orang tuanya kepadanya, terutama ibunya. Akan tetapi,
betapapun besarnya kebaikan dan kasih sayang tersebut, tetap saja hanya pada
batasan yang mampu dilakukan manusia. Karena tentu orang tuanya tidak mampu
memberikan rezki, mencegah penyakit atau bencana dari diri anaknya. Belum lagi
kebaikan berupa taufik untuk menempuh jalan Islam yang lurus.
Oleh
karena itu, wajar jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh Allah lebih
penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu kepada anaknya”7.
Imam
Ibnul Qayyim berkata: “Seandainya tidak ada kebaikan dan limpahan nikmat (dari)
Allah yang (seharusnya) menjadi sebab hamba-hamba-Nya mencintai-Nya kecuali
(dengan) Dia menciptakan langit-langit dan bumi, serta (semua) yang ada di
dunia dan akhirat, (semua) untuk mereka, kemudian Dia memuliakan mereka
(dengan) mengutus kepada mereka para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya,
mensyariatkan agama-Nya dan mengizinkan bagi mereka untuk bermunajat
(berkomunikasi) dengan-Nya di setiap waktu yang mereka inginkan. (Bahkan)
dengan satu kebaikan yang mereka kerjakan Dia menuliskan (pahala) bagi mereka
sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, (bahkan) sampai
berlipat-lipat kali yang banyak. (Sementara) untuk satu keburukan (yang mereka
kerjakan) Dia menuliskan bagi mereka (hanya) satu dosa, lalu jika mereka
bertaubat maka Dia menghapuskan dosa tersebut dan menggantikannya dengan satu
kebaikan.
Seandainya
dosa salah seorang di antara hamba-hamba-Nya mencapai (sepenuh) awan di langit
kemudian dia memohon ampun kepada-Nya maka Dia akan mengampuninya. Seandainya
hamba tersebut berjumpa Allah (meninggal dunia) dengan (membawa) dosa-dosa
sepenuh bumi, tapi dia membawa tauhid (mengesakan-Nya dalam beribadah) dan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu maka Dia akan memberikan pengampunan
sepenuh bumi (pula) bagi hamba tersebut.
Dia
yang mensyariatkan bagi mereka taubat yang menggugurkan dosa-dosa, lalu Dia
(juga) yang memberi taufik kepada mereka untuk melakukannya, kemudian Dia
menerima taubat dari mereka. Dan Dia mensyariatkan (ibadah) haji yang
menggugurkan dosa-dosa yang terdahulu, Dialah yang memberi taufik kepada mereka
untuk mengerjakannya dan dengan itu Dia menggugurkan dosa-dosa mereka.
Demikian
pula semua amal ibadah dan ketaatan (lainnya), Dialah yang memerintahkan mereka
untuk mengerjakannya, Dia menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya,
mensyariatkan ibadah itu untuk mereka dan memberikan balasan pahala penegakkan
ibadah itu. Maka
dari Dialah sebab, dari-Nya balasan (pahala), dan dari-Nyalah taufik (kemudahan
dan pertolongan untuk bisa mengerjakan segala kebaikan). Dari-Nya (segala)
nikmat di awal dan akhir, mereka yang selalu mendapat kebaikan darinya
seluruhnya dari awal sampai akhir. Dia yang menganugerahkan kepada hamba-Nya
harta (rizki) dan Dia menyeru (hamba-Nya): beribadahlah kepada-Ku
(bersedekahlah) dengan harta ini maka Aku akan menerimanya darimu. Maka hamba
tersebut adalah milik-Nya, harta itu juga milik-Nya, dan dari-Nya pahala (untuk
sedekah tersebut, sehingga Dialah Yang Maha Pemberi (anugerah kebaikan) dari
awal sampai akhir.
Maka
bagaimana mungkin tidak akan dicintai Zat yang demikian keadaan (sifat-sifat
kebaikan)-Nya? Bagaimana mungkin seorang hamba tidak merasa malu untuk
memalingkan rasa cintanya kepada selain-Nya? Siapakah yang lebih pantas untuk
dipuji, disanjung dan dicintai selain Allah? Dan siapakah yang lebih banyak
kepemurahan, kedermawanan dan kebaikannya dari pada Allah? Maka maha suci
Allah, segala puji bagi-Nya, tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia yang
maha perkasa lagi maha bijaksana”8.
Syaikh
‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk
mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang
dengan itu Allah menciptakan, menghidupkan, memperbaiki keadaan dan
menyempurnakan semua urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan
(pemenuhan) kebutuhan-kebutuhan pokok, memudahkan urusan-urusan, menghilangkan
semua kesulitan dan kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan
mereka menjalankannya, serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka…
Maka
semua yang ada di dunia dari hal-hal yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia,
yang lahir maupun batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya,
untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya. Sungguh
hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik
kepadanya. Maka kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan (yang Allah Ta’alalimpahkan kepada hamba-hamba-Nya)? Kebaikan ini tidak sanggup
untuk dihitung jenis dan macamnya, apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap
nikmat (dari Allah Ta’ala) mengharuskan bagi hamba untuk hati mereka
dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepada-Nya”9.
(bersambung)
Catatan Kaki
1 Lihat kitab “al-Jawaabul
kaafi” (hal. 276).
2 Kitab “Fathur
Rahiimil Malikil ‘Allaam” (hal. 56).
3 Hal 3-4 dalam
makalah ini.
4 Kitab “Thariiqul
hijratain” (hal. 349 dan 352).
5 Kitab “Thariiqul
hijratain” (hal. 349).
6 Lihat kitab “Taisiirul
Kariimir Rahmaan” (hal. 442).
7 HS Al-Bukhari
(no. 5653) dan Muslim (no. 2754).
8 Kitab “Thariiqul
hijratain” (hal. 350-351).
9 Kitab “Fathur
Rahiimil Malikil ‘Allaam” (hal. 56).
Post a Comment for "CINTA KEPADA ALLAH"